Kamis, 28 Februari 2013

http://powermathematics.blogspot.com/2012/10/forum-tanya-jawab-63-bagaimana-siswa.html#more

Bila Saja Aku Bisa
Setelah membaca artikel tersebut, timbullah pertanyaan dibenak saya. Apakah ini yang bapak maksudkan dengan pembelajaran inovatif?. Metode pembelajaran tersebut menerapkan hakekat menusia , yaitu manusia itu unik. Maksud manusia itu unik adalah menusia memiliki potensi ( kemungkinan yang ada dalam diri manusia yang masih belum merupakan suatu kenyataan) yang berbeda setiap individunya. Dengan adanya pengelompokan anak yang daya tangkapnya tinggi dan daya tangkapnya rendah, memungkinkan menerapakan metode yang berbeda pada tiap kelompok. Sehingga metode yang digunakan sesuai dengan daya tengkap masing-masing siswa. Kurikulum yang dibuat oleh anak juga memungkinkan penggunaan metode yang memang sesuai dengan minat anak dalam tiap pertemuannya. Sehingga anak dapat merasakan bagaimana belajar dengan senang tanpa tuntutan yang dirasakan memberatkan. Lain dengan halnya yang terjadi di negeri kita ini, Indonesia lebih menitik beratkan melihat anak sebagai kesatuan kelompok atau melihat mayoritas. Sehingga metode tersebut hanya sesuai dengan siswa yang memiliki kemampuan daya tangkap yang tinggi. Sedangkan siswa yang memiliki daya tangkap rendah kesulitan menerima metode pembelajaran seperti tersebut. Pembentukan kurikulum yang berbasia sekolah dan kelas perlu diterapkan di Indonesia. Diharapakan dengan penerapan metode tersebut dengan tetap memikirkan penyesuaian dengan karakter bangsa Indonesia dapat mampu mengubah pembelajaran yang selama ini bersifat tradisional tersebut.

Jumat, 22 Februari 2013

http://powermathematics.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-matematika-seperti-apa.html?

Refleksi Pembelajaran Matematika Seperti Apa yang Kita Harapkan di SD?
Oleh    : Ade Ayu Firdausi
Dalam artikel ini saya tidak sepakat dengan pendapat zulkardi, 2002 yang dimuat dalam artikel bapak. Ketidak sesuaian antara teori kegiatan pembelajaran dengan kenyataan di sekolah dasar. Menurut saya kegiatan pembelajaran seperti yang dikemukakan tersebut di atas kurang sesuai untuk usia sekolah dasar. Hal tersebut dikarenakan sifat alamiah anak yang masih dalam usia bermain tidak memungkinkan hal tersebut. Bilamana metode kegiatan pembelajaran tersebut diterapkan dalam jenjang SD dirasakan kurang maksimal. Diskusi yang seperti dilaksanakan pada jenjang SMA ataupun Perguruan Tinggi kurang sesuai bilamana dilaksanakan di SD. Pola diskusi siswa SD masih banyak membutuhkan arahan dari seorang guru. Kecenderungan siswa SD dalam diskusi berkelompok maka tugas yang diberikan oleh guru sangat lama diselesaikan. Pendapat saya, diskusi tersebut bukan dalam bentuk kelompok siswa. Namun lebih pada diskusi dalam lingkup kelas dengan guru sebagai pembimbing diskusi. Siswa dapat mengemukaan pendapatnya mengenai masalah yang akan diselesaikan dengan cara mengangkat tangan kemudian mengutarakan pendapatnya.  

Selasa, 19 Februari 2013

http://powermathematics.blogspot.com


Refleksi Elegi Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru Matematika
Oleh : Ade Ayu Firdausi

Ketertarikan saya terhadap artikel tersebut terletak pada pemaparan mengenai permintaan si murid cerdas terhadap guru matematika. Dalam pemaparan perimtaan si murid cerdas telah mewakili seluruh pemikiran tiap murid yang tiap kali terlintas di benaknya. Permintaan tersebut bukan merupakan permintaan biasa yang dapat dikatakan mudah untuk diwujudkan. Perwujudan dari permintaan tersebut memerlukan bebagai perubahan yang signifikan terhadap sistem pendidikan Indonesia selama ini. Pasalnya sistem pendidikan Indonesia yang selama ini kurang memberdayakan murid dan hanya condong pada dominasi guru melalui metode ceramah berakibat pada kurang mengembangkan potensi yang ada dalam diri murid itu sediri. Metode ceramah yang hanya satu arah berujung pada kejenuhan murid dalam pembelajaran. Selain hal tersebut murid sering mengalami kesulitan dalam menentukan pemecahan masalah dikarenakan murid hanya memerhatikan dan melihat hasil dari apa yang guru selesaikan. Terindikasi sekarang ini metode ceramah tidak memiliki kesesuaian dengan perkembangan zaman. Guru pada era ini bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar murid. Namun era ini sumber belajar telah mulai berkembang dan bahkan terkadang melebihi apa yang selama ini diketahui guru. Penguasakan akan teknologi diperlukan oleh guru dalam melengkapi media pembelajaran . Dalam pembelajaran matematikan yang telah memiliki rumus baku dalam memecahkan masalah, terkadang masih banyak guru yang menentukan metode pemecahan masalahnya yang paling benar. Padahal dalam pemecahan masalah memiliki banyak metode yang bahkan oleh guru tersebut belum pernah ada sebelumnya.